Alamak, Bau Terasi Dikira Kentut Keledai


By. Masykur A. Baddal **. Ada pengalaman lucu yang pernah terjadi belasan tahun silam, tapi masih saja menggelitik hatiku hingga saat ini. Mungkin karena kisahnya unik, yang disebabkan kesalah pahaman antara dua kubu, yang berbeda latar belakang bangsa, bahasa, warna kulit dan tradisi. Hampir saja menjadi sebuah petaka yang menyedihkan.

Kisahnya begini. Keinginan untuk bisa belajar di luar negeri saat itu, merupakan dambaan hampir semua anak bangsa. Apalagi jika kesempatan tersebut dibarengi dengan iming-iming beasiswa selama melaksanakan studi. Ternyata, karena memang sudah menjadi langkah keberuntungan ku, kesempatan langka itupun ku peroleh tanpa diduga-duga sebelumnya. Institusi yang menjadi sponsor program beasiswa ku, menyodorkan beberapa pilihan beasiswa dari universitas-universitas mentreng yang ada di Timur Tengah sana.

Tanpa banyak komentar, dengan yakin dan semangat aku langsung memilih Universitas Al Azhar di Mesir. Padahal sang sponsor menawarkan ke beberapa universitas negara lain, yang menurut mereka fasilitas dan beasiswanya lumayan bagus dan besar. Namun aku tetap tidak bergeming, hatiku sudah membatu untuk belajar di universitas tertua tersebut. Hal ini mungkin karena banyak sanak saudara keluarga kami, menjadi alumni dari universitas mentereng itu, ditambah lagi informasi-informasi yang ku dapat hanya berkisar pada Universitas Al Azhar saja.

Akhirnya, setelah menerima keputusan dari ku, sang sponsor pun langsung meminta segera menyiapkan beberapa berkas yang diperlukan. Setelah semua berkas terpenuhi, kini giliran penantian panjang menghantuiku, akan kepastian berangkat ke negeri idaman tersebut. Beberapa bulan sudah ku lalui dalam penantian, yang hampir saja membuat ku putus asa dan frustasi. Namun, panggilan keberangkatan itu akhirnya datang juga. Khayalan dan impian indahpun kerap memenuhi imajinasi ku sekitar negara yang akan ku tuju. Apalagi informasi umum yang selama ini kujumpai, mensejajarkan negara tujuan tujuan tak ubahnya bagaikan negara makmur dan super power.

Setelah melakukan perjalanan udara selama 15 jam, dengan menggunakan maskapai Singapore Airlines. Akhirnya, aku sampai juga di negeri idaman tersebut. Tanpa menunggu lama, petugas imigrasi airport langsung mengarahkan para penumpang ke pintu loket imigrasi, untuk mendapatkan stempel kedatangan. Berbekal alamat yang diberikan oleh sponsor di tanah air, serta kemampuan bahasa Arab dan Inggeris alakadarnya, akupun menghampiri supir taxi yang berjejeran menunggu penumpang di pintu keluar. Selanjutnya, setelah disepakati harga dan alamat yang dituju, kami pun meluncur dengan cepat menuju asrama mahasiswa internasional Al Azhar (Bu’uts) di district Abbasea.

Dalam perjalanan menuju asrama Al Azhar, ada beberapa hal yang ku jumpai di kiri kanan jalan, dan membuat hatiku penasaran. Dengan memberanikan diri, aku pun bertanya kepada sang supir dengan menggunakan bahasa Arab standar, ” Tuan, kenapa orang-orang di jalanan itu banyak yang menghadap tembok, bukankah terminal bis ada dibelakang mereka? “, dengan heran dan sedikit pandangan menyelidik. Si supir pun menjawab. Oo..mereka itu lagi buang air kecil, karena terburu-buru mau ke kantor. Oh..my God, dalam pikiranku, sebanyak itukah manusia yang buang air kecil sembarangan di jalan? Mana nich petugas kebersihannya? Belum sempat aku membalas jawaban si supir, eh…ternyata aku melihat peristiwa aneh lain yang tidak kalah menariknya. Aku pun langsung bertanya ke si supir. ” Tuan, kenapa orang itu memukul-mukul kuda itu, khan kudanya tidak berbuat salah? “. Jawab si supir: itu bukan kuda, itu adalah himar (keledai), keledai kalau jam segini masih ngorok, jadi susah diajak kerja. Makanya harus ditendang, dan dipukuli pakai kayu dulu baru hewan itu bangun dan sadar. Oh my God, segitu kasarkah caranya untuk membangunkan seekor keledai..? ckckckc. Belum sempat aku mengajukan pertanyaan lanjutan, supir taxi memberitahu bahwa kami sudah sampai di tujuan. Setelah membayar semua ongkos dan tak lupa mengucapkan syukran (terimakasih) kepada supir, aku pun menuju ke ruang tunggu asrama sambil menenteng barang bawaanku, serta melakukan registrasi.

Beberapa saat kemudian, seorang pemuda perawakan arab yang berumur sekitar 30an tahun, datang menghampiri ku. Setelah mengucapkan salam, lalu berkata, kamu mahasiswa baru itu? iya benar bang, jawab ku. Oke, mari ikut aku, tak lupa dia mengenalkan dirinya. Nama saya Jamal Al Habsyi dari Jakarta, sekarang kita mengurus pemondokan untuk mendapatkan kamar, katanya. Lalu, kami pun beranjak dari ruang tunggu tersebut.

Dalam perjalanan menuju sekretariat asrama, kami melalui banyak gedung-gedung tua, yang menurut penilaian ku gedung-gedung tersebut tidak layak huni lagi dan siap untuk dirobohkan. Karena penasaran aku pun bertanya, bang gedung-gedung ini mau dirobohkan yah? Jawabnya: ya engga lah, justeru kita pada tinggal di gedung-gedung itu. Wah…apa gak bakal roboh? sanggah ku. Engga, khan disini gak ada gempa macam di Indonesia, jawabnya. Belum beberapa langkah kami beranjak, kembali pemandangan langka terjadi dihadapanku. Ada 3 orang mahasiswa asal Afrika sedang bermain piring terbang. Orang pertama melemparkan piring terbang dari halaman ke jendela temannya, di tingkat 2 gedung asrama. 

Selanjutnya orang kedua menangkap, dan melanjutkan lemparan ke orang ketiga, di tingkat dua gedung di sebelahnya. Karena penasaran aku pun bertanya. Emangnya disini ada olahraga lempar cakram, bang? jawab bang Jamal, cakram apaan? tuh yang sedang dimaenin sama orang-orang Afrika. OOoo…itu bukan cakram, tapi namanya roti ais. Roti ais itu adalah makanan pokok orang Mesir, kita juga akan makan roti ais selama tinggal disini. Memang bentuknya kayak bola cakram hehehe, timpalnya dengan nada canda. Kembali aku larut dalam pikiran ku sendiri, setelah melihat beberapa keanehan yang betul-betul sangat langka.

Tepat jam 14.00 siang waktu Cairo, akhirnya kunci kamar pun ku terima. Kebetulan aku berada satu kamar dengan seorang teman dari Makasar, yang kebetulan sampai di hari yang sama tapi menggunakan masakapai berbeda. Setelah membereskan barang bawaan masing-masing, kami pun terlelap tidur beberapa saat karena kecapean.

Saat terbangun kembali, jam telah menunjukkan 17.00 waktu setempat, karena waktu itu musim dingin, jadi matahari pun sudah tenggelam. Tapi, tiba-tiba saat itu kami mencium bau busuk yang luar biasa menusuk hidung. Kebetulan di partisi kami ada 10 kamar, 9 kamar lainnya diisi oleh mahasiswa asal Afrika. Karena penasaran aku pun membukakan pintu kamar, untuk mengetahui sumber bau tersebut. Ternyata bau berasal dari aroma masakan tetangga. Akhirnya kami pun keluar kamar, menuju ke taman asrama untuk menghisap udara segar, karena tidak kuat dengan aroma aneh tersebut.

Jam telah menunjukkan 19.00, kami kembali ke kamar, ternyata aroma aneh tadipun sudah mulai lenyap. Karena perut sudah mulai protes, kami berencana untuk masak, kebetulan di setiap kamar ada tersedia kompor listrik mini. Teman ku yang asli Makasar mengusulkan untuk masak makanan Makasar saja, kebetulan dia membawa bekal dari tanah air. Aku pun menyetujuinya. Setelah selesai menanak nasi, giliran mulai goreng dan tumis, teman ku mengeluarkan sebongkah terasi basah, warnanya kehitaman pekat. Katanya, ini terasi cumi asli Makasar. Mulailah dia menumis terasi lezat tersebut. Menit pertama suasana aman, tanpa ada kejadian apapun. Menjelang menit ketiga, terdengarlah teriakan keras dari kamar sebelah, Aiwaaa Reeehah… karena kami masih baru, jadi tidak paham dengan istilah tersebut. Akhirnya, kami mereka-reka kira-kira apa arti kata ” Reehah”. Ternyata artinya kalau menurut kamus adalah angin, berarti menurut kami mereka lagi senang.

Menjelang memasuki menit ke tujuh, disaat aroma terasi sedang topnya, terdengarlah suara gedoran pintu diikuti teriakan, “Aiwaaa Reehaah Ya Khumarr…” yang akhirnya kami baru tahu, kalau itu artinya ” Woi..Keledai, Siapa yang kentut itu..”, tanpa diduga mereka sudah menggedor pintu kamar kami, dan membukanya secara paksa, Brakkkk….terlihatlah perawakan-perawakan wajah bengis pembawaan alami orang Afrika, yang siap untuk menerjang. Kami sempat bingung dan gemeteran, kok bisa jadi begini. Lalu salah seorang senior dari mereka berujar dengan bahasa Arab standar kepada kami, ” Kalian orang baru, kalau mau kentut jangan disini, keluarlah. Kentut sembarangan di negara asal kami Mali, sama saja mengajak perang”, katanya demikian.

Secara reflek akupun menjawab, kami tidak kentut, kami hanya memasak makanan khas negara kami. Tadi kalian juga masak, baunya sangat mengganggu, tapi kami langsung keluar duduk di taman. Tapi, kenapa giliran kami memasak justeru kalian yang sewot? karena tidak mau kalah, orang Mali itu berujar. Mana bukti kalau kalian sedang masak? teman ku pun menunjukkan makanan seafood khas makasar yang telah siap saji kepada mereka, dan menyuruh mereka menyicipinya. Setelah dicicip…Wow katanya, lezat sekali makanan ini. Apakah ini chinese food? katanya sembari tersenyum. Akhirnya mereka pun minta maaf atas khilaf yang terjadi. Sebagai gantinya, sang senior memperkenalkan kepada kami ke delapan teman barunya, beberapa saat kemudian, mereka pun kembali ke kamar masing-masing dengan ceria.

Setelah mereka semua berlalu, barulah kami bisa menikmati makan malam istimewa pertama di negeri Mesir. Diselingi dengan rasa bahagia karena telah bertambah sembilan orang sahabat dari negara Mali, walaupun sebelumnya hampir saja terjadi malapetaka akibat aroma terasi. Tanpa terasa tubuh kami pun terkulai lemas kekeyangan, larut dalam mimpi indah di negeri seribu menara.

Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. TRAVEL BIZ - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger